Ticker

6/recent/ticker-posts

Laporan Di Tolak Karena Belum Cukup Bukti, KERIS: Kita Kordinasi Lapor Desak ke Jakarta


Denpasar (BBN INDONESIA) – Seorang oknum dosen Universitas Muhammadiyah HAMKA (UHAMKA) Jakarta diduga memberikan pemahaman sesat bernama Dr. Hj. Desak Made Dharmawati, S.Pd.MM., disinyalir dalam ceramahnya telah menghina Agama Hindu mendadak viral di media sosial. Tidak plak celotehannya menyinggung umat Hindu Nusantara yang berbuntut pada ranah hukum. Pasalnya, atas kejadian tersebut Semeton Kesatria KERIS Bali mendatangi Ditreskrimsus Subdit V Cyber Crime Polda Bali guna melaporkan Desak Made atas dugaan melanggar UU ITE serta pasal penistaan agama, Jumat (16/4/2021)

Sayang agenda pelaporan ini dinyatakan polisi belum cukup bukti pada delik aduan UU ITE. Sisi lain disebut-sebut ucapan Desak Made sudah masuk penistaan agama dalam tindak pidana umum. Dan juga disarankan polisi untuk pelaporan kasus ini agar tidak di Polda Bali tapi langsung di Mabes Polri.

“Tadi di situ ada beberapa hal yang disampaikan oleh tim penyidik. Ada beberapa ketentuan yang harus kami penuhi, sehingga unsur-unsur untuk lebih lanjut, kami kurang. Jadi ada beberapa syarat yang tidak bisa memenuhi unsurnya, sehingga harus dipenuhi,” terang Ketut Ismaya Jaya Putra selaku Ketua Yayasan KERIS Bali.

“Contoh, siapa yang awal menyebarkan? Yang menyebarkan ini siapa, video ini dari mana asalnya? Dan ini disebarkan dalam konteksnya apakah di tempat umum apa di tempat mereka saja? Itu pertanyaan dari penyidik. Sehingga, ini perlu untuk didalami,” imbuh Ismaya Jaya yang kerap disapa Jero Bima ini.

Ia menegaskan tidak akan tinggal diam terkait penistaan agama ini karena sudah sesuai dengan pasal 156 KUHP. Dan mengenai delik aduannya pihaknya disarankan melapor ke Jakarta untuk memenuhi unsur dimaksud.

“Tapi untuk kasus penistaan agama, itu sesuai dengan pasal 156, delik aduannya dimana itu harus dilaporkan di Jakarta untuk memenuhi unsur. Kemudian kami juga akan berkoordinasi dengan aliansi-aliansi ‘nyama-nyama’ (saudara-saudara, red) Hindu yang ada di Jakarta agar memproses untuk melaporkan ini,” paparnya.

Bersama KERIS Bali, Ismaya Putra mengaku mendatangi Polda Bali mewakili ‘nyama-nyama’ Hindu Bali yang merasa sakit dan tersakiti dengan ucapan Desak Made. Diakui juga bahwa sudah melakukan koordinasi dengan polisi dan proses pelaporan yang didampingi kuasa hukum.

“Sekarang sedang mencari datanya. Polisi, khususnya Polda Bali terus bekerja akan mencari dari mana asal video ini. Apakah dari Youtube? Apakah dari FB, ini masih dicari. Jadi ini masih terus berproses, dan kita laporannya hari ini masih disuruh untuk melengkapi kelangkapan agar betul-betul UU ITE bisa terpenuhi,” ungkapnya.

Ketut Ismaya dan pengacara Nyoman Agung Sariawan sampaikan keterangan pers (Video: Agung Krisna)

Sementara I Nyoman Agung Sariawan, S.H selaku kuasa hukum Yayasan KERIS Bali mengatakan, berkaitan dengan UU ITE, dimana pun bisa dilaporkan. Tapi siapa menyebarkan pertama, itu yang wajib dilaporkan.

“Laporan belum masuk! Belum, tadi seolah-olah kita banyak diskusi jadinya di sana. Saya selaku tim hukumnya banyak diskusi terkait video yang sudah tersebar luas, viral di media sosial dan tersebar di grup WA masing-masing, di WA sudah banyak. Hanya kita intinya di sana diskusi,” kata Agung Sariawan.

Dari pesan yang tersebar di group-group Whatsapp (WA) juga telah beredar kabar Desak Made Dharmawati berasal dari Girikesuma, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan Gianyar, Bali. Setamat dari SMP di Payangan Desak disebutkan mengenyam pendidikan SMA di Denpasar. Setelah tamat SMA dia kemudian melanjutkan kuliah di Jakarta. Desak diinformasikan menikah dengan suaminya yang berbeda agama dan diapun pindah keyakinan atau mualaf menjadi muslimah hingga akhirnya video ceramahnya viral di media sosial.

Desak Made Dharmawati dalam ceramahnya yang diduga menghina Agama Hindu (tangkapan layar medsos)

Untuk diketahui delik penodaan agama yang kerap disebut penistaan agama yang diatur dalam ketentuan Pasal 156 huruf a KUHP ini sesungguhnya bersumber dari Pasal 4 UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama (UU No. 1/PNPS/1965) yang berbunyi: ”Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.” (BBN)

Posting Komentar

0 Komentar